TERNATE, iNews.id - Rempah Maluku Utara (Malut) pada masa lampau menjadi komoditas primadona dalam perdagangan global. Rempah asal Malut yang terkenal, yaitu cengkih dan pala.
Bahkan di Eropa harganya sangat mahal sehingga hanya bisa dinikmati pejabat kerajaan dan orang kaya. Saat itu kapal dagang silih berganti datang ke Malut memuat komoditas rempah untuk perdagangan antarwilayah Nusantara maupun luar negeri.
Inilah yang kemudian menempatkan Malut sebagai titik nol perdagangan rempah global. Pada abad ke-13, ada kapal dagang dari China tenggelam di perairan Pulau Ternate dan Pulau Tidore saat memuat rempah.
Bangkai kapalnya masih bisa disaksikan saat ini dan telah ditetapkan menjadi museum bawah laut di Indonesia.
Cengkih merupakan tanaman asli Malut yang dikembangkan masyarakat setempat sejak zaman dahulu. Selain sebagai rempah, cengkih juga bahan obat tradisional.
Sedangkan pala, awalnya dari pulau Buru, Maluku, kemudian dikembangkan secara besar-besaran di wilayah Malut setelah bangsa Eropa menjajah Malut.
Namun, tidak ada sumber resmi yang menyebutkan secara detail luas area dan produksi perkebunan rempah Malut pada masa lampau.
Kalangan sejarawan setempat memastikan, kala itu arealnya mencapai ribuan hektare karena hampir di setiap pulau di Malut menjadi sentra pengembangan rempah.
Editor : Kurnia Illahi
Follow Berita iNewsMaluku di Google News