JAKARTA, iNews.id – Nasib Richard Eliezer alias Bharada E apakah tetap menjadi anggota Polri atau dipecat akan ditentukan malam ini, Rabu (22/2/2023). Bharada E sudah menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP), Rabu siang, namun belum ada keputusan sidang tersebut.
"Kita akan sampaikan ya hasilnya nanti dan Insya Allah mudah-mudahan sore ini atau mungkin tergantung pelaksanaannya bahkan sampai malam. Tetapi mudah-mudahan hari ini sudah ada keputusan," kata Karopenmas Mabes Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri.
Dia menyampaikan, keputusan sidang bakal disampaikan hari ini juga. Keputusan sidang paling cepat bisa keluar sore atau paling lama malam ini.
Dalam sidang kode etik, sebanyak 8 saksi dihadirkan. Sidang dipimpin tiga pejabat Polri. Sidang KKEP Bharada E digelar secara tertutup. Awak media yang telah berkumpul pun hanya diperkenankan menunggu di depan Gedung TNCC Mabes Polri.
Sidang etik ini juga untuk menentukan sanksi etik yang dijatuhkan kepada Eliezer terkait pelanggaran etik berupa tindak pidana turut serta dalam pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan kembalinya Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumio menjadi anggota Polri bisa menjadi pemantik budaya whistleblowing di institusi kepolisian.
"Yang jadi pertanyaan apakah Polri siap dengan budaya tersebut. Artinya, apakah Polri nyaman menerima seorang justice collaborator alias whistleblower?" kata Reza dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin.
Menurut dia, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumio atau Bharada E layak untuk melanjutkan karir di kepolisian.
"Namun, apakah Polri siap untuk menerima Eliezer kembali, hal ini yang menjadi pertanyaan pentingnya," ujar Reza dengan nada tanya.
Dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, kata dia, Bharada E sudah memperlihatkan bagaimana Eliezer bukanlah personel dengan pangkat rendah yang bisa didikte untuk menyembunyikan penyimpangan yang dilakukan oleh senior, bahkan oleh seorang jenderal sekalipun.
Menurut Reza, tindakan Eliezer bisa dipandang berpotensi mengganggu jiwa korsa Polri.
Peneliti ASA Indonesia Institute itu menjelaskan, peran Eliezer sebagai justice collaborator sebangun dengan whistleblower. Perannya menunjukkan betapa ketaatan pada kebenaran lebih tinggi daripada kepatuhan yang menyimpang.
"Dengan mentalitas seperti itu, Eliezer layak dipandang sebagai aset. Bukan sebagai musuh, Lalu, yang menjadi permasalahan justru pada Polri, seberapa siap untuk menerima Eliezer kembali," ujar Reza.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait