Menurut dia, konten seperti ini berkaitan dengan skema supply and demand. Dia menyebut, konten semacam ini akan terus terjadi karena memiliki pasar tersendiri.
Lebih lanjut, para pembuat konten yang akhirnya diberi label pengemis online ini juga melihat profit atau keuntungan. Tanpa peluang tersebut, menurut Rezza, mereka tak akan melakukan itu.
"Orang suka dengan (konten) kaya gini," kata Rezza.
Selain itu, kata dia, keberadaan figur publik tertentu juga berpengaruh terhadap keputusan para konten kreator untuk mengemis online. Mereka menjadikan para publik figur sebagai referensi konten mereka.
Namun pada kenyataannya, menurut Reza, masyarakat lebih bisa menerima konten yang disajikan para publik figur karena telah dikemas sedemikian rupa sehingga menarik. Beda halnya dengan para pengemis online yang seakan mendapat penerimaan lebih sempit dari masyarakat.
Padahal jika ditarik benang merahnya, kata dia, mengemis online maupun konten nyeleneh publik figur sama-sama bermuara untuk mendapatkan keuntungan.
"Mereka bisa punya banyak ide karena apa yang mereka lihat di TV kalau kita mau jujur apakah itu gak aneh-aneh? Bedanya adalah di TV itu punya bungkus tampak lebih elegan karena ada label selebriti" kata Rezza.
Melihat fenomena mengemis online yang viral, Reza menyebut konten seperti itu sifatnya periodik. Sehingga dengan mudah muncul dan tenggelam.
Editor : Rizky Agustian
Artikel Terkait