JAKARTA, iNews.id – Belasan warga adat Maba Sangaji, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara harus meringkuk di penjara setelah dinyatakan bersalah karena menghalangi aktivitas pertambangan nikel. Vonis penjara itu diputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Soasio, Tidore Kepulauan.
Wakil Ketua Komisi XIII DPR, Andreas Hugo Pareira mengaku prihatin atas vonis penjara terhadap 11 warga. Andreas menilai kasus ini mencerminkan ketegangan serius antara kepentingan ekonomi, perlindungan hak asasi manusia (HAM), dan ketimpangan regulasi dalam tata kelola sumber daya alam di Indonesia.
"Dalam perspektif reformasi regulasi dan hak asasi manusia, kami menilai bahwa peraturan dan praktik hukum yang ada masih belum sepenuhnya mampu memberikan jaminan perlindungan bagi masyarakat adat dan pejuang lingkungan," kata Andreas, Kamis (23/10/2025).
Menurutnya, putusan pengadilan yang menolak mengakui warga Maba Sangaji sebagai pembela hak atas lingkungan hidup memperlihatkan adanya celah besar dalam harmonisasi hukum antara Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) dan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
“Tentunya ini sangat disayangkan. Vonis hukum bagi warga yang mempertahankan tanah adat mereka sendiri menunjukkan gagalnya sistem peradilan dalam membela hak-hak masyarakat,” ujarnya.
Andreas menegaskan, hak masyarakat untuk memperjuangkan lingkungan hidup yang sehat merupakan bagian integral dari hak asasi manusia yang dijamin oleh Konstitusi dan Deklarasi Universal HAM.
“Setiap tindakan warga dalam mempertahankan ruang hidupnya tidak seharusnya dikriminalisasi. Negara wajib memastikan bahwa hukum tidak digunakan untuk membungkam partisipasi masyarakat, terutama kelompok adat yang rentan terhadap tekanan struktural dan korporasi," katanya.
Bukti Regulasi Lemah
Kendati demikian, Andreas memandang, kasus Maba Sangaji merupakan cermin lemahnya tata kelola regulasi yang tumpang tindih, tidak berpihak, dan gagal memberikan ruang keadilan bagi masyarakat lokal. Sebab, kata dia, regulasi pertambangan memberikan perlindungan kuat bagi investasi. "Di sisi lain, regulasi lingkungan dan hak masyarakat adat masih bersifat deklaratif tanpa mekanisme perlindungan yang efektif," ucapnya.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait