Ratusan Rekening Terlibat Investasi Ilegal Dibekukan, PPATK Sebut Transaksi Terbilang Masif
JAKARTA, iNews.id - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membekukan 345 rekening. Pembekuan rekening tersebut terlibat investasi ilegal senilai Rp 588 miliar.
Pernyataan itu disampaikan oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (5/4/2022).
"PPATK sudah bekukan 345 rekening, orangnya yang pemilik rekening itu 78 pihak. Ada di 87 penyedia jasa keuangan, yaitu bank, non-bank, itu tersebar di sana. Angka (besarannya) Rp 588 miliar," ujar Ivan.
Dia mengungkapkan, PPATK juga menerima 560 laporan transaksi terkait investasi ilegal berupa laporan transaksi pembelian aset dan laporan transaksi keuangan mencurigakan. Selain itu, kata dia laporan transaksi keuangan tunai, laporan pengiriman uang ke luar negeri, dan laporan penerimaan uang dari luar negeri.
"Itu semua, PPATK per hari ini sudah menerima 560 laporan dan nilainya Rp 35.706.982.447.000," ucapnya.
Menurutnya, nilai rekening yang dibekukan dan laporan transaksi terkait investasi ilegal tersebut terbilang masif. PPATK, kata dia juga sudah memberikan hasil analisis dan pemeriksaan kepada Bareskrim Polri.
Dia menjelaskan, PPATK juga akan terus membantu Polri memberikan akses data dan nama-nama yang terlibat transaksi keuangan ilegal.
"Saat ini sudah ada delapan pihak besar yang sudah PPATK tangani. Tidak hanya (kasus robot trading) Fahrenheit, tetapi ada juga beberapa pihak lainnya yang PPATK juga cermati; ini dengan proses modus terkait investasi ilegal," katanya.
Berdasarkan analisis PPATK, dia menjelaskan modus aliran uang tersebut cukup beragam, seperti disimpan dalam bentuk aset kripto dan penggunaan rekening milik orang lain yang kemudian dipindahkan ke berbagai rekening di beberapa bank untuk mempersulit penelusuran transaksi.
Dia menjelaskan, PPATK memiliki kewenangan untuk menghentikan sementara transaksi selama 20 hari kerja. Selanjutnya, PPATK berkoordinasi dan melaporkan kepada aparat penegak hukum terkait transaksi mencurigakan dalam nominal besar, yang diduga terkait dengan investasi ilegal.
"Sebagai lembaga sentral (focal point) dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU (tindak pidana pencucian uang) di Indonesia, PPATK terus berkoordinasi dengan FIU (financial intelligence unit) dari negara lain," ucapnya.
Selain itu, PPATK juga tengah berupaya menginisiasi rapat komite koordinasi nasional untuk mencegah agar kasus tersebut tidak terulang dan menekan dampak kerugian masyarakat.
"PPATK menginginkan bahwa upaya preventif tetap bisa dikedepankan, sehingga kerugian masyarakat bisa segera dapat dihindarkan daripada sudah terjadi dan berdampak pada semakin banyaknya masalah yang dirugikan," katanya.
Editor: Kurnia Illahi