AMBON, iNews.id - Balai Arkeologi Maluku bersama Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkernas) melakukan penelitian tentang bencana masa lalu di Maluku. Penelitian untuk penguatan dan pengembangan mitigasi bencana di Maluku.
Kegiatan ini berlangsung 16-30 April 2021. Sementara fokus penelitian yakni mengamati fenomena bencana masa lalu di Kepulauan Maluku dari perspektif studi arkeologi dan disiplin terkait sebagai referensi akademis.
Penelitian ini dikoordinir Marlon Ririmasse dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta melibatkan tenaga peneliti arkeologi dan geologi dari Pusat Pelitian Arkeologi Nasional dan Balai Arkeologi Maluku.
Dalam kegiatan ini juga dilakukan survei arkeologis dan geologis pada titik-titik yang menjadi lokus bencana gempa dan tsunami. Termasuk survei arkeologi bawah air di perairan Teluk Elpaputih yang dilakukan oleh tim penyelam.
Selain itu tenaga ahli manajemen bencana dari Badan Penanggulangan Bencana Provinsi Maluku dan Kabupaten Maluku Tengah, serta tenaga arkeolog bawah air dari Griffith University Australia dan Sentra Selam Jogja.
"Penelitian tahap pertama difokuskan di Pulau Ambon-Lease dan Pulau Seram," kata
Marlon Ririmasse, Selasa (4/5/2021).
Di kawasan tersebut, penelitian dilakukan untuk mengamati dari perspektif arkeologis rekam bencana gempa dan tsunami yang terjadi tahun antara abad ke-17 hingga abad ke-20. Termasuk bencana gempa dan tsunami 1674 yang dicatat oleh Ilmuwan G.E Rumphius.
Pengamatan juga dilakukan untuk meninjau dampak gempa tahun 2019 bagi beberapa situs arkeologi di Ambon dan Lease. Situs yang terdampak salah satunya yakni Benteng New Zeelandia di Haruku.
Marlon menjelaskan, kajian ini juga berupaya menghimpun perspektif sejarah lokal terkait rekam bencana masa lalu termasuk bentuk-bentuk kearifan lokal dalam mitigasi bencana.
Selain di kawasan tersebut, pengumpulan data lapangan juga dilakukan di pesisir Teluk Elpaputih. Tujuannya untuk meninjau kemungkinan lokasi-lokasi negeri-negeri yang hilang dalam peristiwa gempa dan tsunami 1899 yang dikenal sebagai bahaya Seram.
Ia menambahkan, hasil pengamatan tim sementara masih akan diolah untuk analisis dan tindak lanjut ke depan.
"Masyarakat dan tim berharap hasil kajian ini ke depan bisa menjadi referensi bersama untuk pengembangan pemahaman dan literasi bencana di Maluku serta berkontribusi dalam pengembangan model mitigasi lokal yang relevan dengan kondisi alam, lingkungan, sosial dan budaya di Maluku," katanya.
Editor : Umaya Khusniah
Artikel Terkait