Senjata api dan amunisi selundupan dari Ambon diamankan di Teluk Bintuni. (Foto: iNews/Andrew Chanry).

AMBON, iNews.id - Jaksa menuntut dua oknum polisi yang menjual senjata api kepada kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua dengan hukuman 10 tahun penjara. Aksi mereka juga melibatkan sejumlah warga sipil lainnya.

Kedua oknum anggota polisi tersebut masing-masing yakni San Herman Palijama (34) dan Muhammad Romi Arwanpitu (38). Sementara warga sipil, Sahrul Nurdin (39) dituntut 12 tahun penjara. Lalu Ridwan Mohsen Tahalua (44), Handri Morsalim (43) dan Andi Tanan (50) dituntut delapan tahun penjara.

Enam terdakwa ini dinyatakan terbukti bersalah melanggar Undang-Undang Darurat. Aksi mereka dilakukan sejak 2020 lalu di sejumlah tempat, di antaranya pangkalan ojek Desa Batu Merah, Pasar Arombai Mardika, Pasar Mardika Ambon, bawah Jembatan Merah Putih, dan kawasan Kapaha, Kecamatan Sirimau, Ambon.

Ada dua orang yang terlibat selain kedua terdakwa yakni Welem Taruk (terdakwa dalam berkas perkara tersendiri yang diajukan penuntutan secara terpisah/splitching) dan Atto Murib yang masih menjadi buronan atau DPO.

Peristiwa itu berawal ketika Murib yang merupakan pemilik tambang emas di km 54 Kabupaten Nabire, Papua, berkenalan dan meminta Taruk yang berasal dari Ambon untuk mencari senjata api dan amunisi untuk dibeli.

Permintaan pencarian senjata api dan amunisi di Ambon diminta Murib karena Ambon merupakan daerah bekas kerusuhan atau konflik. Taruk kemudian berkenal dengan terdakwa Sam, oknum polisi untuk menanyakan senjata rakitan kepadanya.

Sam kemudian menyampaikan, akan mencari senjata api rakitan. Dia lalu menghubungi Iwan Touhuns, warga Rumahkay yang masih DPO untuk melakukan pencarian senjata rakitan.

"Iwan Touhuns menyampaikan kepada terdakwa Sam bahwa dia akan mengecek ke iparnya terlebih dahulu dan apabila ada, dia akan dihubungi kembali," kata penuntut umum.

Pada Oktober 2020, Iwan menghubungi Sam karena ada senjata api rakitan jenis SS1 yang bisa dibeli dengan harga Rp8 juta. Mengetahui hal itu Sam kemudian pergi ke Desa Rumah Kai untuk melihat senjata serbu perorangan itu.

Setelah memastikan senjata itu ada dan berfungsi, Sam langsung menghubungi Taruk untuk memberitahukan bahwa dia sudah mendapatkan senjata api rakitan seharga Rp20 juta.

Keesokan harinya, Toruk dan Sam bertransaksi senjata api dengan uang Rp20 juta. Lalu, Sam kembali membayarkan uang Rp8 juta kepada Iwan. Lalu pada Desember 2020 terdakwa Sam kembali mendapatkan informasi dari Iwan bahwa ada senjata yang mau dijual Rp6 juta.

Sam segera menghubungi Taruk kembali dan menyampaikan hal tersebut, namun dengan harga Rp20 juta. Selanjutnya Welem mentransfer uang kepada Sam. Senjata yang dijualnya jenis SS1, baru diambil oleh Welem pada Januari 2021.

Oknum TNI Terlibat

Sementara itu Agustus 2020 di pangkalan Ojek Lorgi Desa Batu Merah, Kecamatan Sirimau, Ambon, terdakwa Muhammad Romi, mendapatkan senjata api jenis pistol dari saksi Amirudin Lessy, oknum anggota TNI AU yang diproses pidana militer.

Setelah mendapatkan pistol, Romi kemudian bertemu terdakwa Ridwan Mohsen Tahalua. Romi berbisik ke telinga Ridwan kalau ada senjata api.dan menawarkan untuk menjualnya.

"Ada senjata, bisa jual ini tidak? (sambil terdakwa Romi mengangkat baju dan menunjukan pistol yang terselip pada pinggangnya)," kata jaksa.

Melihat pistol di samping pinggang Romi, Ridwan kemudian mengaku akan menjualnya. Romi yang mengaku pistol itu bekas konflik kemanusiaan lalu meminta untuk menjualnya seharga Rp5 juta. Senjata itu pun dibawa ke Pasar Arumbai dan ditawarkan ke Sahrul Nurdin.

Sahrul membeli pistol itu seharga Rp5 juta yang diserahkan secara bertahap. Uang itu kemudian diberikan kepada Romi, oknum anggota Polresta Ambon tersebut.

Selanjutnya pada awal 2020 Handri Morsalim mempunyai senjata api laras pendek rakitan beserta satu amunisi milik mertuanya. Dia juga bertemu dengan terdakwa Sahrul di Pasar Mardika untuk menawarkan senjata api laras pendek dan amunisi seharga Rp1 juta.

Kemudian pada November 2020 Andi Tanan yang bersahabat dengan Welem Taruk (DPO), kemudian mencari saksi Milton Sialeky, oknum anggota TNI AD (diproses pidana militer).

Untuk yang pertama, pembelian 100 butir peluru kaliber 5,56 pada sekitar November 2020 bertempat di bawah Jembatan Merah Putih dengan harga Rp500.000.

Pembelian kedua terjadi pada November 2020 atau satu minggu berselang dari pembelian yang pertama, pembelian yang kedua bertempat di depan rental mobil Toking, dimana saat itu saksi Milton Sialeky menjual 100 butir peluru kaliber 5,56 dengan Rp500.000.

Untuk pembelian ketiga yang terjadi pada sekitar Januari 2021 bertempat di depan gereja Pantekosta di Lampu Lima Kecamatan Sirimau Kota Ambon sekitar pukul 23.00 WIT. Saat itu Milton menjual 400 peluru kaliber 5,56 mm dengan harga Rp1 juta.

Andi Tanan membeli amunisi itu dari Milton menggunakan uang yang dikirim Atto Murib. Lalu terdakwa bertemu dengan Welem Taruk di depan Gereja Pantekosta pada sekitar bulan Januari 2021 pukul 22.00 WIT sesuai perintah Atto Murid untuk mengambil amunisi.

Saat ditangkap, Welem Taruk kedapatan membawa barang bukti antaranya satu senjata api Iaras pendek asli jenis revolver, tujuh peluru kaliber 0,38, 600 peluru kaliber 5,56 mm, senjata api Iaras panjang dan magazine.


Editor : Andi Mohammad Ikhbal

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network