Sejumlah wilayah telah tenggelam karena disebabkan menurunnya permukaan tanah hingga abrasi. (Foto: maritim.go.id).

JAKARTA, iNews.id - Jakarta diprediksi tenggelam 10 tahun mendatang. Namun, sejumlah ahli justru mengungkapkan Pekalongan serta Semarang akan tenggelam lebih dahulu dari Jakarta. 

Prediksi tersebut dipaparkan pada acara webinar Lecture Series Majelis Profesor Riset (MPR) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Rabu (6/10/2021). 

Profesor riset bidang Meteorologi pada Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN Eddy Hermawan mengatakan, data yang dipaparkan merupakan hasil riset skenario yang telah dilakukan oleh tim ahli.

Penelitian pada 2020 yang dilakukan oleh Tim Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) memperlihatkan ada tiga kota yang berisiko tenggelam, yaitu kota-kota yang mengalami land subsidence (penurunan muka tanah) paling cepat. Ketiga kota tersebut, yakni Pekalongan, Semarang dan Jakarta.

Selain itu, dia juga menjelaskan permasalahan wilayah pantai utara (Pantura) Jawa berpotensi tenggelam cukup banyak. Permasalahan tersebut antara lain, penurunan muka tanah yang tinggi, dominasi tanah lunak yang terdiri dari batuan lempung dan endapan aluvial, perubahan permukiman, perubahan garis pantai, perubahan mangrove hingga perkembangan serta eksploitasi pemanfaatan lahan yang cepat di Pantura Jawa.

Namun, di Indonesia rupanya ada wilayah yang sudah tenggelam, yaitu : 

1. Pulau Karang Gandul serta Pulau Waton

Dua pulau di Banten, yaitu Pulau Karang Gandul serta Pulau Waton tenggelamn diduga karena terjadi pengikisan akibat tidak adanya pohon mangrove. 

Kepala Biro Pemerintah Setda Banten Sitti Ma’aini pada Juni 2015 menyampaikan, pulau yang tenggelam tersebut sudah tidak tampak lagi seperti pulau, hanya terlihat bagian ujungnya saja.

2. Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara.

Wilayah ini juga perlahan tenggelam. Masjid Wal Adhuna menjadi saksi bagaimana Ibu kota Jakarta tenggelam perlahan akibat turunnya permukaan tanah serta naiknya air laut

Masjid Wal Adhuna ini berlokasi di balik tanggul besar penahan air laut di Pelabuhan Sunda Kelapa. Air laut sudah menggenangi hampir seluruh bangunan masjid, hanya tersisa atap masjidnya saja. Sebelum tenggelam, Masjid Wal Adhuna merupakan salah satu pusat ibadah di Kawasan Sunda Kelapa.

3. Desa Bedono di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Wilayah ini merupakan salah satu desa yang tenggelam akibat abrasi pantai utara. Terdapat dua dusun yang sudah tenggelam menjadi lautan, yaitu Dusun Senik dan Dusun Tambaksari. Pada 1980-an, air laut mulai masuk ke area pertanian sehingga warga membuat tambak. Air laut yang semakin naik menyebabkan dua dusun di Desa Bedono itu tenggelam.

Abrasi tidak hanya menenggelamkan rumah warga, tapi juga menggeser mata pencarian warga. Pada 1997, Desa Bedono memiliki daratan seluas 739,2 hektare. Namun, pada 2017 daratan tersebut telah berkurang tersisa 551,6 hektare. 

Meski sudah tenggelam, masih ada satu keluarga yang bertahan di tengah kepungan air laut. Mereka, yaitu Rukani dan istrinya Pasijah. Rukani dan Pasijah ingin menjaga kampung halamannya yang tenggelam. 

Mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan mencari ikan di laut hingga membuat persemaian bibit mangrove. Keinginan untuk menjaga kampung halamannya ini berasal dari wangsit yang diterimanya.

4. Pulau Betet serta Pulau Gundul yang terletak di Kabupaten Banyuasin. 

Selain di Jakarta, Demak serta Banten, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengungkapkan, terdapat dua pulau di Sumatera Selatan yang tenggelam dan empat lainnya terancam tenggelam. Dua pulau yang sudah tenggelam, yaitu Pulau Betet serta Pulau Gundul yang terletak di Kabupaten Banyuasin. 

Tenggelamnya dua pulau tersebut dinilai dipicu oleh pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim secara ekstrem. 

Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan Hairul Sobri menyampaikan, pada Januari 2020 kedua pulau tersebut tidak berpenghuni.

Salah satunya Pulau Babi yang telah ditinggalkan penghuninya. Pulau tersebut terletak di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pulau ini ditinggalkan penduduknya karena tsunami. 

Sebelum terjadi tsunami, Pulau Babi diguncang gempa berkekuatan magnitudo 7,8 pada 12 Desember 1992. Kemudian, tsunami melanda pada pukul 14.00 WITA dan menewaskan 263 orang. Sementara, di seluruh wilayah Kabupaten Sikka, korban tewas mencapai 2.100 orang. 

Kepala Desa Nangahale, Jais menjelaskan, Pulau Babi saat ini tidak ditinggali, hanya terdapat beberapa gubuk untuk singgah. Warga yang mengalami trauma mendalam, kata dia tidak berani untuk kembali menetap di Pulau Babi.


Editor : Kurnia Illahi

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network